5 Kota Dengan Program Ramah Lingkungan Yang Terinspirasi Dari Indonesia

Siapa sangka, di tengah hiruk pikuk isu lingkungan global, Indonesia punya banyak ide keren yang menginspirasi dunia? Yup, jangan salah! Beberapa program ramah lingkungan yang digagas di Indonesia ternyata di lirik dan di tiru oleh kota-kota di berbagai belahan dunia. Hebatnya, program ini bukan cuma sekadar wacana, tapi sudah diimplementasikan dengan sukses. Mau tahu kota mana saja dan program apa yang mereka adopsi dari kita? Yuk, simak!

Simak Disini Berbagai Kota Dengan Program Ramah Lingkungan

1. Curitiba, Brasil: Menyulap Sampah Menjadi Makanan dan Uang

Curitiba, sebuah kota yang di kenal dengan inovasi transportasi publiknya, juga punya program pengelolaan sampah yang mirip banget dengan yang ada di Indonesia. Mungkin kalian pernah dengar program “sampah jadi uang” yang banyak di terapkan di berbagai desa atau kota kecil di Indonesia. Nah, Curitiba punya program serupa bernama “Green Exchange”.

Program ini mengadopsi konsep yang sederhana tapi brilian: warga bisa menukar sampah anorganik (seperti plastik, kertas, dan kaleng) dengan kupon yang bisa di tukarkan dengan produk pertanian segar, tiket bus, atau bahkan buku. Konsep ini mirip dengan Bank Sampah di Indonesia, di mana masyarakat di dorong untuk memilah dan menyetorkan sampah yang bernilai ekonomi. Bedanya, di Curitiba mereka langsung menukarnya dengan kebutuhan sehari-hari yang esensial. Dengan cara ini, bukan hanya masalah sampah teratasi, tapi juga membantu mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan bagi warga miskin.

Baca Juga:
Tren Green Living di Media Sosial Semakin Diminati Banyak Kalangan Anak Muda

2. Bogota, Kolombia: Ruang Terbuka Hijau Berbasis Partisipasi Warga

Bogota, ibu kota Kolombia, di kenal sebagai salah satu kota yang berhasil mengubah wajahnya dari kota yang padat dan macet menjadi kota yang lebih ramah pejalan kaki dan pesepeda. Salah satu kunci sukses mereka adalah dengan membangun banyak taman dan ruang terbuka hijau. Uniknya, pembangunan dan perawatannya sangat mengandalkan partisipasi aktif warga, sebuah konsep yang sangat kental dengan budaya gotong royong di Indonesia.

Mirip dengan program “Taman Baca Masyarakat” atau “Kebun Komunitas” di Indonesia, warga Bogota di dorong untuk secara sukarela merawat taman di sekitar tempat tinggal mereka. Mereka membentuk kelompok-kelompok kecil untuk menanam pohon, membersihkan area, dan bahkan membuat kompos dari sisa-sisa organik. Pendekatan berbasis komunitas ini membuat warga merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap lingkungan mereka, mirip dengan semangat kebersamaan yang kita lihat di berbagai program lingkungan berbasis kampung di Indonesia.

3. Vancouver, Kanada: Merangkul Urban Farming Ala Tani Kota

Vancouver di kenal sebagai salah satu kota terhijau di dunia. Salah satu program andalannya adalah “urban farming” atau pertanian perkotaan. Konsep ini memungkinkan warga kota untuk menanam sayuran dan buah-buahan di lahan-lahan kosong, atap gedung, bahkan di area parkir yang tidak terpakai. Ide ini sangat terinspirasi dari gerakan “Tani Kota” di Indonesia, yang semakin populer terutama di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung.

Gerakan Tani Kota di Indonesia membuktikan bahwa lahan sempit bukan halangan untuk menghasilkan pangan sendiri. Dengan metode hidroponik, vertikultur, atau sekadar memanfaatkan pot dan polibag, warga bisa menanam apa pun. Vancouver melihat potensi ini sebagai solusi untuk mengurangi jejak karbon akibat transportasi makanan dan juga sebagai cara untuk meningkatkan akses pangan sehat bagi penduduk kota. Mereka mengadopsi semangat ini, membangun kebun-kebun komunal yang di kelola bersama, dan mengajarkan teknik bertani ramah lingkungan kepada warganya.

4. Kopenhagen, Denmark: Daur Ulang Kreatif dan Inovatif

Kopenhagen, ibu kota Denmark, punya target ambisius untuk menjadi kota netral karbon pertama di dunia pada tahun 2025. Salah satu strategi andalan mereka adalah pengelolaan limbah yang super efisien. Mereka punya program yang sangat mirip dengan gerakan “Pilah Sampah dari Rumah” yang gencar di sosialisasikan di Indonesia.

Selain memilah, Kopenhagen juga sangat mengutamakan daur ulang kreatif. Mereka mengubah barang-barang bekas menjadi produk baru yang bernilai tinggi, seperti mengubah limbah kayu menjadi furnitur atau botol plastik menjadi material bangunan. Konsep ini mirip dengan banyak UMKM di Indonesia yang sukses mengubah limbah menjadi kerajinan tangan, tas, atau bahkan bahan bakar. Inovasi-inovasi kecil dari Indonesia ini menginspirasi Kopenhagen untuk melihat limbah bukan sebagai masalah, tapi sebagai sumber daya yang bisa di manfaatkan kembali secara kreatif.

5. Freiburg, Jerman: Mengintegrasikan Air dan Lingkungan dengan Kesenian

Freiburg, sebuah kota di Jerman yang terkenal dengan komitmennya pada energi terbarukan, punya program unik yang terinspirasi dari konsep pengelolaan air tradisional di Indonesia, khususnya Bali. Mereka membuat kanal-kanal kecil atau “Bächle” yang mengalir di sepanjang jalanan kota. Kanal-kanal ini tidak hanya berfungsi sebagai sistem drainase alami, tapi juga sebagai elemen estetika dan pendingin alami.

Konsep ini mirip dengan sistem “subak” di Bali, sebuah sistem irigasi tradisional yang tidak hanya mengatur aliran air untuk sawah, tetapi juga menjadi bagian dari budaya dan spiritualitas. Di Freiburg, meskipun tidak sekompleks subak, kanal-kanal ini menjadi daya tarik wisata dan bagian dari identitas kota. Mereka menunjukkan bagaimana air bisa di integrasikan dengan lingkungan urban secara harmonis dan estetis, sebuah pelajaran berharga yang mereka dapatkan dari kearifan lokal Indonesia.

Itu dia lima kota yang diam-diam “nyontek” ide program ramah lingkungan dari kita. Ini membuktikan bahwa Indonesia punya segudang kearifan lokal yang tidak hanya relevan untuk kita, tapi juga bisa jadi inspirasi bagi dunia. Jadi, mari kita terus jaga dan kembangkan program-program ramah lingkungan di negeri sendiri, siapa tahu akan ada lebih banyak kota lain yang terinspirasi dari kita!